Kamis, 27 November 2014

The Story Chapter 7

THE STORY CHAPTER 7 : Lost And Found (Bagian 1)
Di suatu tempat antah berantah, ledakan terjadi dari dalam sebuah goa. Asap yang mengepul-ngepul, menutupi terangnya cahaya bulan.
"Pak, kami menemukan sesuatu!" Teriak seseorang dengan tegasnya. Diikuti dengan sebuah kilauan emas yang menyala dari dalam goa. Prajurit yang lain tiba-tiba menghampiri sumber cahaya itu.
"Kerja bagus kapten. Dengan cepat kau menemukannya ya," puji seseorang yang terlihat sedang mengawasi prajurit-prajurit yang sedang bekerja, mencari sesuatu.
"Haha, dengan bantuan teknologi dan pendanaan darimu. Tentu saja ini bekerja dengan cepat," balasnya. Mereka berdua pun berjalan memasuki goa yang bersinar itu. Dan saat di dalam, mereka mendapati sebuah artefak keemasan berbentuk seperti lingkaran dengan simbol-simbol yang tidak mereka mengerti. "Jadi.. inikah artefak yang menyelamatkan pulau ini dari kehancuran?" Pria itu mengambil benda tersebut dan mengangkatnya setinggi kepalanya. Memandanginya dengan rasa bangga.
"Kita memang menemukannya, tapi masih ada empat lagi yang harus ditemukan," kata pria paruh baya itu.
"Kau benar kapten. Kalau begitu, orang itu pasti akan memberitahu kita," balasnya. "Lalu, kita bisa menggunakannya untuk menguasai pulau ini beserta teknologinya," lanjutnya dengan gumaman. Pandangannya sedikit berubah saat itu, terlihat seperti orang yang sangat ambisius.

Di tempat lain, Nathaniel dan Dino beserta Lind sedang menuju ke suatu tempat, melewati keramaian kota. "Tunggu, kita mau kemana?" Tanya Nathaniel seraya memandangi kota lewat jendela mobil.
Dino pun membalas dengan santai sambil menyetir. "Markas kita, tapi pertama kita pergi ke tempat Lind dan aku tinggal."
"Dengan kata lain, rumahku," Sahut Lind dengan malas. Perjalanannya kira-kira memakan waktu selama setengah jam.
Sesampainya mereka disana, Nathaniel tampak terkejut dengan rumah yang sangat-sangat megah berada tepat di depannya. Antara percaya tidak percaya, tapi inilah rumah dari salah satu keluarga penguasa pulau ini.
"J-jadi.. ini rumah kalian?!" Tanya Nathaniel.
"Tentu saja ini rumahku," sahut Lind dengan santainya. "Kau pikir kami akan tinggal dimana? Bawah jembatan?"
"Haha, memang sedikit mengejutkan ya? Tapi ini merupakan peninggalan," ujar Dino.
Tepat di dekat pintu masuk, ada seseorang yang tampak seperti menunggu disitu. Menatapi mereka dengan tatapan tenang.
"Ayo masuk," ajak pemuda berambut pirang itu.
"Selamat datang tuan Lind dan tuan Dino," sapa wanita yang menunggu itu.
Aku merasa seperti sedang menonton anime saja... Maid? Yang benar saja?! pikir Nathaniel. Ya bisa dibilang Nathaniel ini seseorang yang terlalu sering menghabiskan waktunya untuk menonton anime. Tentu saja sebelum dia menjadi seorang vigilante. 
"Ah ya, terima kasih," balas Lind, acuh tak acuh seperti biasa. Namun wanita itu hanya membalas dengan senyuman biasa. Mempersilahkan ketiga orang itu masuk ke dalam rumah yang megah itu.
"Selamat datang, di rumahku," Kata Dino menyambut. 
Dilanjutkan oleh Lind. "Dan anggap saja rumah ini, rumahku. Jangan anggap ini rumahmu, terlalu mewah untukmu," ujarnya dengan nada menyindir.
"A-ah.. Oke," Tak ada yang bisa Nathaniel lakukan selain bingung harus berkata apa. Senyuman canggung menghiasi wajahnya saat Lind berkata demikian.
Sesaat setelah mereka berada di dalam. Seorang bocah dengan rambut berwarna merah kecoklatan yang acak-acakan yang menutupi matanya itu turun dari tangga. Sedikit antusias saat melihat kakak-kakaknya pulang. Umurnya kira-kira masih 13-14 tahun. Entahlah, yang jelas dia masih muda bagiku. "Lind, Dino!" Serunya, dia membawa sebuah mainan--gunpla-- dan menunjukkannya kepada kedua kakaknya. "Model gunpla yang kemarin sudah kurakit dengan baik, lihat?" Lanjutnya, sedikit bangga.
Namun rasa bangga itu menghilang, tak lama setelah dia melihat seorang tamu dengan jubah hitam di belakang. "Itu.. siapa?" Tanyanya, antara gugup dan takut.
"Hanya teman," balas Dino, memberikan senyum simpul. Nathaniel hanya tersenyum hangat saat bocah itu melihatnya. Dia tidak berkata apa-apa, malah bersembunyi di balik Dino.
"Jadi, dia adalah Sho. Salah seorang Kazuki juga," ujar Dino. "Kurasa kita takkan berlama-lama disini." Dino kembali menghadap adiknya itu, menyuruhnya untuk tidur. Sang maid yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari mereka langsung berjalan ke arah bocah bernama Sho lalu mengajaknya untuk tidur. Sedangkan Dino dan Lind menyelesaikan urusan mereka.
"Tunggu disini, oke?" Kata Dino kepada Nathaniel. Nathaniel hanya memberi anggukkan singkat. Setelahnya, Dino dan Lind berjalan ke atas. Tepatnya ke kamar mereka.

Lima belas menit lamanya setelah kejadian itu berlangsung. Membuat bosan.
"Baiklah, maaf membuat menunggu. Aku mencari ini," Dino menunjukan sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan suatu simbol terukir disana. "Tanpa ini, kita takkan bisa masuk ke dalam markas kita," lanjutnya.
Setelah itu, petualangan pun berlanjut. Mereka bertiga berangkat ke suatu tempat, tepatnya di sebuah pulau kecil yang terdapat di kota itu. Untuk kesana, kau perlu menyeberangi jembatan yang dibuat khusus untuk kereta api. Hanya saja sedikit sulit. Dikarenakan jembatan itu hanya menghubungkan kedua pulau saat ada kereta api yang mendekat.
"Kita takkan bisa menyeberanginya kan?" Nathaniel sedikit bingung. Mustahil dapat menyeberang selama kereta api tidak ada.
Lind menoleh ke belakang dan berkata. "Kau bodoh, kita tentu saja gunakan ini," dia menunjukkan ponselnya. Smartphone yang mempunyai suatu option khusus yang tidak terdapat pada smartphone lain. Dia menekan option itu dan muncul pilihan lain dengan simbol yang berbeda-beda. Ada empat simbol yang berarti empat pilihan. Simbol pertama adalah simbol petir, gunanya kurasa untuk mematikan daya listrik di sekitar distrik itu. Kedua adalah lampu lalu lintas. Dilihat dari simbolnya, kurasa sudah jelas fungsinya. Lalu ketiga adalah sebuah panah atas. Meskipun aku yang bercerita, tapi aku kurang tahu apa guna simbol ini. Jadi aku tak bisa menjelaskannya. Dan yang terakhir adalah simbol sebuah menara sinyal kurasa. Seperti jammer, pengacau gelombang sinyal. Apapun jenis gelombangnya.
"Lihat dan pelajari," Lind tampak sombong terutama dengan senyuman sombong itu. Dia menekan simbol panah yang menunjuk keatas itu. *grek* Jembatan yang berada di depan mereka, yang tadinya mengarah ke kiri dan kanan, tiba-tiba saja bergerak dan mengubah arahnya. Menghubungkan pulau satu dan pulau kecil itu.
"Yang kau lakukan hanya membajak servernya lalu memberikan perintah untuk mengubah arahnya," Nathaniel tampak datar saat menebak apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Ya kau benar, tapi keajaiban tetap saja keajaiban."

Mobil yang mereka kendarai pun berjalan maju, menyeberangi jembatan itu untuk sampai ke pulau kecil tersebut. Disitu, terdapat beberapa kargo yang tampak ditinggalkan begitu saja. Hanya saja, terdapat pengecualian.
Mobil itu berhenti tepat di depan kargo dan sebuah gedung. "Baiklah, kita sampai," ujar Dino saat turun dari mobil.
Lind tampak berjalan duluan, diikuti Nathaniel dan Dino. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya lagi lalu melakukan sesuatu pada ponselnya. Terdengar bunyi "klik" sesaat setelah Lind menekan sesuatu pada ponsel layar sentuhnya itu. Pintu kargo itu bergerak kearah kiri.
Umumnya, kalian akan mengira pintu kargo yang kumaksud adalah pintunya, tapi yang kumaksud disini adalah badan dari kargo itu sendiri. Mereka berada di samping kiri kargo itu. Jadi secara teknis, pintu kargo yang berada di sisi dekat tempat mereka berpijak itupun terbuka dengan cara geser. Baiklah kembali ke cerita. Setelah terbuka, mereka bertiga masuk dan secara otomatis pintu itu menggeser lagi untuk menutup.
"Jadi... ini?" Tanya pria dengan jubah hitam itu.
"Tentu saja bukan, bodoh," ledek Lind.
Saat pembicaraan berlangsung, tiba-tiba saja kargo itu bergerak. Tepatnya keatas lalu ke kiri. Masuk ke dalam gedung itu. Karena gedung itu sendiri memiliki bagian yang hancur yang muat jika dimasuki oleh kargo.
Setelah itu, merekapun keluar dari kargo tersebut dan berjalan menyusuri bangunan kosong itu. Jika dilihat secara posisi, Lind dan Dino berada di depan, sedangkan Nathaniel? Dia berada di belakang. Tentu saja untuk orang yang belum pernah ke tempat itu akan selalu ada di belakang untuk dipandu menyusuri tempat itu.
Mereka tiba di depan sebuah pintu. Dino membukanya dan mereka bertiga pun masuk. Disana terdapat layar-layar yang terpisahkan namun masih satu sistem. Bisa dibilang seperti monitor yang banyak tapi semuanya tertancap pada satu CPU saja.
"Dengan ini, kita bisa mencari sesuatu dengan mudah," Ujar Dino. Nathaniel terpukau saat melihat betapa canggihnya tempat ini meskipun ada di bangunan yang hancur.
Setiap layar menampilkan gambar-gambar yang berbeda. Lebih tepatnya rekaman CCTV secara langsung. Jadi bisa dibilang, mereka selalu mengawasi dari sini. Semuanya.
Tak ada yang tersembunyi bagi mereka. "Tak ada yang bisa mereka sembunyikan dari kami, kami tau segalanya," ujar Lind.
"Jika begitu, kalian bisa mencari seseorang bernama Jordi kan?" Nathaniel tampak sedikit antusias tapi tetap berusaha menjaga ketenangannya.
"Jordi?"
"Dia adalah orang yang perlu kita cari. Delsin memberitahuku tentangnya. Dia bilang, mungkin kita bisa menemukan sesuatu darinya," ujar pria muda itu.
Dino sedikit tersenyum mendengarkan itu, diapun duduk lalu mengerjakan sesuatu dengan keyboard komputer itu. "Baiklah, Jordi ya? Kita tinggal cari saja disini."
Pencarian mereka berlangsung sedikit lama, dikarenakan tidak bisa menemukan ciri lain. Bisa dibilang, tidak hanya satu orang saja yang memiliki nama Jordi di kota ini.

Beberapa layar menunjukkan beberapa orang dengan nama Jordi tadi. Dari berbagai latar belakang dan dari berbagai aktivitas yang sedang mereka lakukan. Tidak ada yang benar-benar tersembunyi dari mereka. Kecuali satu orang. Dia adalah seorang pria dengan umur sekitar 40-45 tahun dengan beberapa orang mengikutinya. Berbadan besar dan tampak garang.
"Yang satu ini membuatku penasaran. Mau mencoba memata-matainya?" Lind sedikit menyipitkan matanya saat melihat orang itu. Sesaat setelah itu, muncul lagi seseorang dengan mantel berwarna putih dan seorang pria paruh baya dengan badan tegap mendampinginya. Mereka berdua terlihat seperti negoisasi.
"Kurasa itu dia," ujar Nathaniel. Antara yakin dan tidak yakin.
"Kau serius? Jika salah, maka bisa fatal."
"Ya, kurasa itu dia!" Nathaniel mulai tidak ragu lagi saat melihatnya dari dekat.
"Baiklah, lokasinya tidak jauh dari sini. Palm street itu dekat, lebih baik--" Belum selesai Dino menyelesaikan perkataannya, Nathaniel sudah langsung memotong. "Aku akan berangkat!" Kemudian diapun berjalan keluar. Namun sebelum dia berhasil menggapai daun pintu, Lind memberikan sebuah ponsel. "Lebih baik kau bawa ini, ini lebih hebat dari ponsel milikmu yang sekarang."
Nathaniel membalas dengan anggukan lalu pergi begitu saja.

Ditengah perjalanan, ponsel pria itu berdering. Sebuah telepon masuk. Saat ia mengangkatnya, suara seorang gadis terdengar, ya lebih tepatnya teriakan. "Nathan!" teriakannya cukup membuat telingamu pekak. "Dimana kau sekarang?! Kau tidak mengirimiku pesan dan kau pergi begitu saja, kau pikir bagaimana aku sekarang??!" Dia masih berteriak. Nathan sedikit menjauhkan telinganya. Dia juga cukup kesakitan dengan teriakan gadis itu. Siapa yang tidak kesakitan saat tiba-tiba diteriaki orang?
"Aku sedang kerja, kau ini selalu membuatku kerepotan. Sudahlah, kau kan sudah cukup dewasa sekarang. Kau bisa mengurus dirimu sendiri!" Balasnya dengan teriakkan. Dia tidak tau, teriakkan itu bisa menyulut sebuah perang yang cukup memekakkan telinga. Terutama saat sedang di jalan dan sedang mengendarai motor.
"Aku ini menghawatirkanmu, bodoh! Ini sudah malam dan kau belum pulang!" balas seseorang yang menelponnya itu. Kita semua tau siapa orang yang berteriak dipercakapan ini. Ya, dia adalah Anna, sang adik.
"Cerewet!" Tombol untuk mengakhiri percakapan itu ia tekan dengan sedikit geram lalu berkonsentrasi untuk mengendarai motornya.

Dia sudah sampai di tempat yang gelap itu. Hanya saja sedikit terlambat, negoisasi itu sudah berakhir.
Dengan perlahan dia berjalan ke balik tembok. Langkah kakinya yang tidak terdengar sama sekali membuatnya tampak seperti seorang pembunuh yang sudah melalui bertahun-tahun latihan. Saat sudah berada di balik tembok, dia meninjau keadaannya dan mengambil senjata andalannya, yaitu baton stick. Musuh yang ia lihat tampak seperti musuh lemah yang mudah lengah. Dengan mengetahui itu dia pun mengambil sebuah koin lalu menggelindingkannya tepat ke arah seorang bodyguard dan walla, perhatian pria besar itu langsung teralihkan. Saat seperti itu dia langsung memukulnya dari belakang menggunakan baton stick tepat di kepala. Membuatnya langsung jatuh karena pingsan.
Satu musuh telah jatuh, 5 lagi. Pikirnya.
Tanpa harus berpikir lagi, dia langsung melakukan tindakan pengamanan yaitu menyembunyikan tubuh pria besar tadi di balik kegelapan. Kemudian dia meninjau keadaan untuk sekali lagi.
Saat dia melihat sekitar, dia menemukkan beberapa kamera dengan arah yang pas sekali untuk mengetahui posisi lawan, dia teringat dengan ponsel yang diberikan kepadanya tadi saat berada di markas.
Dia mengutak-atik ponselnya, mencoba teknik hacking untuk melihat apa yang dilihat oleh kamera itu. Tak sampai 1 menit aksinya sudah berhasil. Sekarang apapun yang dilihat oleh kamera itu juga dilihat olehnya. Sebagai informasi saja, seluruh kamera di kota Verdamia sudah dilengkapi dengan thermal vision, jadi bisa dibilang seluruh kamera di kota ini bisa melihat suhu manusia dan menembus penghalang seperti tembok biasa.

Dua orang kali ini sudah bersiap. Nathan berjalan pelan menghampiri mereka, dengan keadaan siaga dia memukul kepala salah seorang dari mereka, lalu memukul kaki orang satunya dan membanting mereka kedua agar terjatuh. Lalu saat terjatuh, dia menghantamkan tongkat besi itu ke kepala musuhnya, membuat mereka pingsan dan mungkin membuat mereka sedikit lupa.
Dia kembali meninjau keadaan sekitar, memang musuhnya kini sudah menjadi tiga orang, namun sebelum dia selesai mengatur strategi, sinar terang menghampirinya dengan kecepatan penuh. Untung saja meleset, tapi sinar itu tampak dapat melelehkan besi disebelah Nathaniel.
"Lihat apa yang kita temukan disini, seekor tikus," dengan tangan dikepalkan, seorang pria berbadan besar itu melihat dengan senyuman jahat nan licik.
Pria yang terlihat tangguh tadi mengeluarkan sinar beam miliknya untuk sekali lagi dan dengan cepat, Nathan mengangkat tangan kanannya--tangan dengan tanda seorang raja--lalu menyentuh beam tadi. Beam yang seharusnya benar-benar panas itu malah terlihat seperti semprotan air biasa ditangannya.

Rasa geram terisi penuh di dalam hati musuhnya. Dia berpikir, bagaimana mungkin beam panas itu tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya? Pertarungan ini tidak terlalu berat menurut Nathan, karena kekuatan beam seperti itu hanyalah batu kecil biasa dihadapannya.
"Kau mungkin berpikir aku ini lemah, tapi kau itu hanya seperti batu kecil saja," ledeknya. Dalam benaknya, itu adalah strategi untuk mengalahkan musuhnya. Bisa dibilang dia hanya menggunakan pancingan emosi.
Makin geram dan makin panas akan amarah, pria besar itu langsung berlari dan mencoba untuk menghantamnya. Pria ini memang terlihat tangguh, tapi apa cukup tangguh? Nathaniel menghindari serangannya dan menendang kakinya langsung untuk melumpuhkan pria kekar itu. Dan saat dia terjatuh, baton stick pun ditodongkan padanya sebagai tanda untuk diam ditempat dan tidak mencoba melakukan hal yang bodoh.
"Jadi dimana Jordi?" Tanyanya dengan tegas.
"Dia ada di rumah ibumu," balas pria itu. Kemudian Nathan langsung menghantamkan baton sticknya lalu bertanya sekali lagi dengan tegas. Tapi pukulannya itu terlalu keras hingga menyebabkan pria itu pingsan seketika. Konyol bukan?

Bayangan yang tidak begitu tinggi itu terlintas, bayangan itu adalah bayangan milik pria paruh baya yang diincar oleh Nathan. Bayangan itu tampak disertai dengan bayangan besar yang lebih tinggi darinya, seperti bodyguard lain. Nathan berlari ke arah gang yang lebih gelap, dia berusaha untuk tidak membuat suara sama sekali lalu dia bersembunyi dan menunggu saat yang tepat. Mentalnya mungkin terlihat seperti tidak bisa dijatuhkan lagi, tapi dia merasakan sesuatu yang kuat yang berasal dari bodyguard Jordi yang tersisa ini. Dalam benaknya dia merasa ragu untuk menyerangnya. Mungkin bukan keputusan yang bagus untuk beraksi.
Sejenak suara langkah kaki itu menghilang, suasana menjadi hening. Nathan mencoba mencari tau melalui kamera-kamera yang terpasang di sudut-sudut strategis di tembok sekitar. Namun tak ada jejak lain.

Dan beberapa saat kemudian, dia melihat sebuah cairan kental berwarna merah menggenangi tanah yang tercampur dengan air itu dan disampingnya terdapat dua orang tadi. Sepertinya orang yang dibanjiri darah itu adalah musuh dari Jordi, pesaing bisnisnya mungkin?
Nathaniel pun keluar dan langsung berlari ke arah mereka berdua. Namun gerakannya terdengar oleh pria bertubuh kekar dan dengan cepat, pria itu melemparnya tanpa menyentuhnya sama sekali. Nathaniel terjatuh dan untuk sementara dia bingung akan langkah selanjutnya. Apa mungkin dia bisa menang? Apa kekuatan musuhnya ini merupakan telekinesis juga?

The Story Chapter 6 (Part 2)

The Story Chapter 6 : The Shark (Bagian kedua)

Tampak dari atas atap, seseorang yang mengenakan jubah hitam yang diterpa oleh angin, menatap pertarungan sengit itu. Terutama apa yang dilakukan bocah berambut biru. Dia sudah tahu dan siap akan terjadinya sebuah pertarungan. Apalagi saat bocah itu menatapnya dengan seringaian. Dia melompat dari situ lalu melakukan sebuah serangan awal. Tangan yang dipenuhi dengan asap panas pun meledak saat tangan pria itu menyentuh tangan, menyebabkan semuanya terlempar. Kecuali bocah itu, dia mencoba melindungi wajahnya dengan tangan dan menatap pria itu lagi.
"Jadi kau vigilante itu ya? Kau terlambat, bodoh," ejeknya. Pria itu diam saja, tidak menghiraukannya. "Astaga, mencoba memprovokasiku dengan cara diam ya? Ya sudahlah," ujarnya santai. "Aku akan menyerangmu, aku tidak ingin kau berkata tidak siap karena aku tidak bilang." Lanjutnya lagi.
Kemudian bocah ini langsung melaju dengan kecepatan penuh dibantu oleh roller bladenya. Ya jika di anime yang kukenal, itu disebut dengan A-T. Pria itu mengambil baton dari balik jubahnya dan bersiap. Sedangkan bocah itu memegang sebilah pisau dan siap menerkam mangsanya.
Tapi, karena gerakan jitu, serangan itu tertahan dengan baton. Dan dengan cepat, pria itu memutar tubuhnya lalu menendang bocah itu untuk mundur. Sebuah peringatan.
Seringai yang sedaritadi tampak di wajahnya menghilang, dia menatap pria itu dengan serius kali ini. Dia meludah lalu maju lagi, mencoba menyerang dari arah lain. Tepatnya dari samping. Tapi lagi-lagi serangan itu dipatahkan, tangan bocah itu dipukul dengan keras olehnya menggunakan baton. Benar-benar tanpa ampun. Membuat pisaunya terlepas.
Bocah itu melompat mundur lalu menatapnya lagi. "Cukup sudah!" Aura biru tiba-tiba saja mengelilingi bocah itu, menyelimutinya. Tapi pria itu juga tidak mau kalah. Dengan siaga, asap panas yang tadi ada di tangannya kini mengalir ke batonnya, seperti membuat senjatanya menjadi lebih kuat. Lalu, bocah yang tenggelam dalam aura biru itu tiba-tiba saja sudah diatas, mencoba menendangnya. Pria itu menghindarinya, bocah itu cukup cepat karena setelah tendangannya dihindari, dia memukul pria itu bertubi-tubi. Lamban sedikit saja bisa membuat pria itu mati karena serangan mematikan. Bisa dibilang itu bukan tinju biasa.
"Mati mati mati!!" Teriaknya. Pria itu bisa menghindari cukup banyak serangan musuhnya, tapi sebuah pukulan melayang tepat ke arah wajah yang dilindungi oleh topeng, membuatnya terlempar.
"Hebat juga kau bocah," ujarnya.
"Tentu saja, keluarga Kazuki memang yang terhebat di kota ini!" Balasnya dengan sombong. Dia maju lagi, kali ini memutar tubuhnya untuk melakukan tendangan tepat di kepala. Hanya saja, kecepatan musuhnya kini mulai bisa menyeimbangi, dia menghindari dengan mudah lalu mengambil baton lagi dengan tangan kirinya dari balik jubahnya. Kini dua baton berada di kedua tangannya. Dia tampak lebih siap lagi.
"Dua senjata?" Bocah itu terdiam sebentar. Tapi keheningan itu terpecah karena pria berjubah hitam itu menyerang dengan cepat, pertama dia menyerang kaki bocah itu untuk melumpuhkannya, lalu bagian kepala. Dan serangan itu melayang dengan ketepatan yang pasti. Membuat bocah itu sendiri mundur lagi.
"Cara yang curang.." Gumam bocah itu. Dia mengambil pisau lempar yang ada di punggungnya, lalu melemparkan dengan ketepatan yang mematikan. Serangan itu tak terhindari, menghujam tepat di bahu pria berjubah hitam itu. Setelah mengenai bahunya, lagi-lagi bocah itu menyeringai karena senang dan bangga. Tapi pertarungan belum selesai sampai disitu, dia melaju lagi dan menendang musuhnya yang sedang terluka dengan A-Tnya.
Serangan yang tidak bisa ia hindari, kalaupun ia melindungi dada nya dari serangan, tetap saja memberikan efek yang luar biasa terhadap tangannya. Walau tidak sampai patah. Dia mencoba mencabut pisau lempar yang menghujam bahunya itu, meringis kesakitan saat benda tajam itu dicabut karena belum pernah ia merasakan tusukan di tubuhnya.

"Hei, siapa sebenarnya kau ini? Dan kenapa kau membunuh para perampok?" Tanya pria itu dari balik topengnya yang hitam kelam.
Bocah itu menyeringai dan menjawab dengan santai. "Karena mereka tidak pantas hidup, lagipula itu bukan tugasmu untuk menghakimi mereka," jelasnya dengan santai.
"Lalu siapa kau?"
"Aku adalah Lind, salah satu dari keluarga Kazuki, keluarga kaya raya yang juga turut memegang kuasa di pulau ini,"
Pria berjubah hitam--Nathaniel-- diam sebentar, nama keluarga itu belum pernah terdengar olehnya. "Begitu ya? Jadi kau ini seorang penguasa?"
"Bisa dibilang begitu, kakakku selalu bilang bahwa keluargaku ini adalah keluarga aristokrasi."
Bahkan pulau seperti ini masih mempunyai keluarga aristokrat?! Pikir Nathaniel. Tapi kenapa mereka mengatasi kebusukan dengan kebusukan??
Raut wajahnya menjadi cemas dibalik topeng itu. Dia bingung dan penasaran.
"Aku yakin kau bertanya-tanya kenapa keluarga terhormat melakukan ini kan?" Bocah bernama Lind itu tampak seperti tahu apa isi kepala Nathaniel, dia tersenyum saat mengatakan itu. "Itu karena mereka hanya sampah masyarakat, ditambah aku--" Lind terdiam sebentar. "Tidak, maksudku kami sudah menunggumu," tambahnya lagi. Kemudian Lind mengambil ponsel dari kantongnya, melakukan sesuatu pada ponselnya. Dan tiba-tiba saja cahaya remang-remang yang menerangi mereka padam begitu saja. Dalam kegelapan ini, Lind memanfaatkan waktunya untuk menyerang musuhnya habis-habisan. Tapi, goggles miliknya mempunyai teknologi khusus, sebuah nightvision. Hanya saja belum sempurna karena saat itu retak akibat ulah kakaknya. Dia mungkin berhasil menahan serangan awal dari Lind, tapi serangan keduanya tidak. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh.

"Sekarang waktunya membuatmu menghilang, tuan vigilante" ucapnya dengan wajah sadis. Sesaat Nathaniel menjadi ingat akan ucapan Yusuf saat dia mengajarinya membuat bom. Lalu dia mengambil dua buah bom asap dari kantong yang terdapat pada sabuknya itu. Dia langsung melempar ke atas hingga akhirnya kedua bom itu menyentuh tanah dan meledak. Layaknya bom asap milik ninja.
"Kau ingin kabur atau apa? Jangan jadi pengecut!" Seru Lind. Asap tebal itu sudah menyelimuti kedua orang ini. Beserta mayat-mayat yang tergeletak tanpa nyawa disana.
Dan seseorang dengan jaket berwarna hijau menatap mereka yang sedang bertarung. Dari atas tempat Nathaniel tadi berpijak. "Lagi-lagi anak itu bertarung, apa dia tidak tau lawannya itu orang yang penting?" Gumamnya, masih menonton.
"Tidak ada gunanya kau melakukan ini. Asap-asap yang kau keluarkan tidak akan bisa menolongmu," asap yang menyelimuti Lind tiba-tiba saja tertiup oleh angin. Angin itu berasal dari aura biru milik bocah itu. "Kau tahu tidak? Bahkan ikan-ikan kecil yang mencoba bersembunyi pun bisa diterkam oleh hiu," serunya.
"Tapi hiu akan dikalahkan oleh asap," balas Nathaniel dengan santai. "Sebenarnya, asap-asap ini adalah senjata!" Lanjutnya. Nathaniel mengarahkan tangan kanannya ke atas langit, dan seketika asap-asap yang menyelimuti mereka berkumpul di satu titik, tepat di atas tangannya.
Mengetahui hal itu, tentu saja Lind tidak diam saja. Dia menggerakkan kakinya, seperti menendang dari jarak yang jauh. Dan seketika sebuah sinar berwarna merah darah keluar begitu saja.
Asap yang berada di tangan Nathaniel, seketika masuk kedalam tangannya. Dan sebuah simbol aneh di punggung tangannya itu mengeluarkan cahaya remang-remang berwarna putih.
"Absorption adalah kekuatanku di pulau ini!" Tangan yang dihiasi simbol yang bersinar itu dia arahkan tepat ke cahaya merah darah. Dan lagi cahaya merah itu menghilang begitu saja, bagaikan menghadapi sebuah semprotan air. "Kekuatan apapun tidak akan bisa melawanku," ujarnya. Cahaya yang ada di tangannya menjadi semakin terang. Luka nya tiba-tiba saja meregerenasi sendiri, sembuh total hanya ada darah saja yang ada pada bajunya.
Lind terlihat menganga saat melihat kekuatannya dihisap.
"K-kau.." dia tiba-tiba saja terdiam akibat terkejut.
"Sekarang giliranku menyerang kan?" Dengan cepat Nathaniel merubah partikel tubuhnya menjadi asap dan melaju dengan cepat, melewati Lind. Saat sudah ada di belakangnya, dia menyerang bocah itu dari belakang dan menghajarnya habis-habisan. Tanpa ampun sama sekali.

"Baiklah, kurasa bertarungnya harus selesai," pria yang ada di atap itu berdiri, bersiap untuk menjatuhkan diri.
Sementara di bawah, pertarungan masih berlanjut dengan Nathaniel lebih unggul. Lind hanya bisa bertahan terhadap serangannya. Setelah Lind melompat, Nathaniel pun melakukan trik yang sama. Tapi.. matanya sudah mengetahui hal itu, gerakan-gerakannya. Efek dari sebuah penelitian di pulau itu. Lind menghindar dengan mudahnya dan membalas serangan.
"Baiklah baiklah, cukup!" Seru seseorang. Pertarungan mereka tiba-tiba saja berhenti karena ulahnya. "Bukankah tidak baik bertarung antar sesama saudara?" Lanjutnya lagi.
"Saudara?" Nathaniel bingung.
"Dia saudara kita? Kau pasti berbohong kan? Dia terlalu lemah untuk menjadi anggota Kazuki!" Seru Lind.
Pria dengan jaket hijau itu hanya tersenyum penuh dengan teka-teki.
"Tch" Lind melirik ke arah pria berjubah hitam itu untuk sesaat lalu mengalihkan pandangannya. "Baiklah baiklah, lagipula dia juga lumayan," lanjutnya lalu berjalan pergi.
"Mungkin kita tidak akan berbincang-bincang hari ini, bagaimana jika besok? Akan ku kirimkan peta nya," kata pria berjaket hijau itu dengan santai. Nathaniel hanya mengangguk sebagai respon dari jawaban.
"Orang itu bilang kau akan datang untuk mencari artefak dan menyelamatkan kota ini, " lanjutnya lagi dengan santai.
Artefak? Ah jangan-jangan yang ditempatkan di altar itu Batin Nathaniel.
"Juga seseorang bernama Jordi kan?"
"Kau banyak tahu untuk orang luar ya, " ejek Nathaniel. "Siapa lagi yang tahu tentang ini?"
"Hanya keluarga Kazuki, dan anggota keluarga Kazuki yang ada di pulau ini hanya aku dan Lind," jelasnya. Tiba-tiba ponsel Nathaniel berbunyi, dia mengecek smartphone nya itu, sebuah pesan.
"Apa ini darimu?" Tanya nya. "Bagaimana kau bisa tahu tentang ini?"
"Ya, yang membuat ponsel itu adalah keluargaku, jadi tentu saja aku tahu." Balasnya santai
"Tunggu, aku sedikit bingung. Sebenarnya apa masalah anak tadi itu denganku?" Pria itu melirik ke arah Lind.
Pria dengan jaket hijau itupun membalas dengan gaya santainya. "Sebenarnya dia tidak terlalu percaya pada orang lain selain anggota keluarga, dan dia tau kau ini sebenarnya anak angkat. Jadi.. ya, begitulah," mereka berdua terdiam sejenak. "Sebenarnya, dia itu anak yang baik. Diantara pribadi lainnya, dialah yang tertua. Dia bahkan menjaga kedua pribadi lainnya bagaikan adik sendiri," lanjutnya
Kemudian Lind pun datang lagi menemui mereka berdua. Berkata seperti meledek. "Kalian lama sekali, bukannya kita harus ke markas? Untuk mencari tahu kunci awalnya?"
"Ah kau benar! Baiklah ayo," balas pria berjaket hijau itu dengan santai.
"Tunggu! Aku bahkan belum mengenalmu!" Seru Nathaniel, memberhentikan gerakan mereka.
"Dino. Dino Kazuki," Dino menoleh dan tersenyum. Dino dan Lind sudah berjalan mendahului Nathaniel sendiri, tertinggal di belakang tapi tidak ditinggalkan.

Teman baru memang terlihat menyenangkan, tapi aku harus berjaga-jaga. Aku belum tahu sifat mereka. Pikir pria muda itu selagi melihat mereka berdua dari belakang. Rasa percaya memang belum ada padanya. Tapi dia sendiri harus mulai mempercayai mereka berdua untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi tujuannya.
Sedangkan di tempat lain, di sebuah goa yang jauh dari keberadaan kota. Terdapat satu pleton pasukan dengan pakaian yang terlihat canggih. Dan diantara mereka tidak memakai armory tersebut.
"Kapten, suruh pasukanmu menjelajahi goa ini lalu temukan sebuah tanda-tanda yang terlihat futuristik!" Perintahnya.
"Siap pak!" Kapten dari pasukan itu kemudian memerintahkan pasukan itu. "Kalian dengar? Cepat jelajahi tempat ini, kita membutuhkan artefak itu! Jika kalian tidak menemukannya, siapkan diri untuk tidak menerima gaji!"
"Siap pak!" teriak mereka semua. Kemudian mereka langsung bergegas memasuki goa tersebut, mencari artefak tersembunyi itu.
"Pak, aku ingin bertanya!" Salah satu pasukan itu berseru kepada pemimpinnya. Bukan pada sang kapten, melainkan bos dari organisasi itu. Tapi pria itu tidak membalas, dia membalik badan dan berjalan pergi tanpa sepatah kata apapun.