Selasa, 27 Januari 2015

[Light Novel] Hunting!: Pasopati Arc (Chapter 1)

Part 2

Fiuh akhirnya aku bisa duduk di sofa ku yang empuk ditemani dengan tv LED. “Lucia, aku ingin coklat dan kangkung untuk hari ini,” pintaku dengan datar. “Ketidaksopanan hanya berlaku pada sahabat.” Yap, itulah mottoku dalam hidup yang sesaat ini. Karena menurut pengalaman, kalau kau bertingkah tidak sopan terhadap orang yang bukan sahabat, kemungkinan mereka akan memarahimu dan yang terburuk adalah melemparimu dengan benda yang ada disamping mereka.
“Kangkung? Memangnya ada?” Lucy membalas pertanyaan dengan pertanyaan. “Tentu saja ada! Seharusnya cek dulu lemari esnya, baru bicara,” balasku dengan sarkas. Aku tidak tau gadis itu sedang melakukan apa, biasanya sih setelah aku mengejeknya, dia pasti mengembungkan pipinya lalu sok marah-marah walau pada akhirnya dia tetap saja memasakkan permintaanku. Ah beruntungnya aku.
“Kecelakaan terjadi di jalan–“ ah ini dia, berita yang teraktual. Kebanyakan berita di dunia ini mulai mengesampingkan fakta dan mencuci otak orang-orang yang menontonnya, tapi beberapa juga lebih memilih fakta dibandingkan opini. Opini itu membunuh, setidaknya itulah pendapatku tentang opini. “Woh? Akhir-akhir ini kecelakaan marak terjadi ya?” Gadis itu sepertinya ikut menonton televisi sambil memasakkan makan malam untukku dan untuknya.
“Begitulah,” balasku. Sesaat aku bergumam dalam hatiku yang masih bersih ini, “mungkin mereka beraksi lagi.” Ah aku yakin kalian bertanya-tanya siapa itu “mereka”. Karena aku tidak ingin kalian kecewa dengan label genre action dan fantasy yang tertera, aku akan menjelaskannya. Jadi “mereka” ini adalah orang-orang aneh dari dunia yang berbeda dari kita, manusia. Kebanyakan dari mereka ini tidak terlihat karena tidak ingin dilihat dan suka sekali menimbulkan kekacauan demi keuntungan semata.
Tapi mari tidak stereotype, orang tuaku bilang beberapa dari mereka itu baik dan mengontrol karena tidak ingin ada kehancuran bagi bumi pertiwi yang kita cintai ini. Tapi, karena aku belum pernah bertemu makhluk dengan sifat positif ini, aku takkan berpikir demikian. Nama ras dari “mereka” adalah “Demolish” yang artinya jika diartikan ke bahasa kita adalah memusnahkan, menghancurkan dan–kalian bisa mencari di giggle kalau kalian mau tau lebih banyak tentang terjemahan dari kata itu.
“Dan sudah jadi!” Lucia berteriak lagi, tidak terlalu kencang tapi tetap saja kencang. Saat aku membalikkan badan untuk melihat meja makan itu, bau dari sayur kangkung favoritku itu sudah tercium. Di meja makan itu sudah dipenuhi dengan sayuran kangkung, nasi, coklat juga hidangan penutup seperti buah-buahan. Sudah cantik, pintar dalam hal memasak pula. Benar-benar istri idaman, sayangnya norak.
“Akhirnya,” sahutku saat berlari kearah meja makan untuk mencicipi sayuran itu–tentu saja menggunakan tangan. “Hei!” Gadis itu berteriak sambil memukul tanganku. “Jangan asal ambil!” Katanya. “Kalau kau mengambil, berarti kau yang memimpin doa!” Ah ya, itu sudah tradisi antar keluarga kami, yang mengambil makanan terlebih dahulu, dialah yang harus memimpin doa. “Bukannya hampir setiap kau memasak, aku yang memimpin?” Aku membalas argumen milik Lucy guna mempertahankan diri. Oh ayolah, hampir setiap saat aku yang memimpin doa.
“Itu karena kau ini laki-laki,” tuturnya sambil menjulurkan lidahnya yang mungil. Ugh.. lagi-lagi sensasi moe. Baiklah cukup, sambil aku akan memimpin doa, aku—sebagai sang narator dan tokoh utama—akan menjelaskan beberapa hal tentang keluargaku dan keluarga Lucia.

Reiner, ya itulah keluarga dengan kekuatan sihir terbesar yang pernah ada di kota ini, bersama the ‘First’ sebagai partner dan penyeimbang, keluarga kami menjaga keseimbangan kota ini. Keluargaku–yaitu Reiner (dan itu adalah nama depanku) adalah keluarga dengan generasi turun temurun dimulai dari Yunani. Entah kapan permulaannya tapi yang jelas semuanya dimulai dari kota pemuja dewa Zeus, Poseidon dan Hades itu. Ayahku adalah seorang magus yang luarbiasa jenius, ibuku tidak terlalu jenius tapi instingnya luar biasa. Dan menurut kalian apa yang terjadi saat dua orang itu bertemu lalu mempunyai keturunan? Yang dihasilkan hanyalah bocah yang mudah bosan dan tidak terlalu tertarik dengan apa yang dunia ini lakukan–yaitu aku. Diantara semua generasi keluargaku, ada satu orang yang tidak mempunyai kekuatan sihir yang bagus. Yang aku tahu–berdasarkan buku di perpustakaan pribadi milik keluargaku–orang itu adalah satu-satunya orang yang bisanya menghisap sampel dari sihir orang lain lalu menyalinnya dan menjadikannya sebagai kekuatan utama. Orang-orang dari perserikatan sihir lebih suka menyebutnya sebagai “absorption”.
Kabarnya ada dua orang di dunia ini yang dipilih dan sanggup untuk menguasai dan menggunakan kekuatan itu hingga tahap akhirnya. Konon katanya orang-orang ini mampu menyerap nyawa, manna (nama tenaga dalam milik seorang magus) juga menyalin serangan musuh tanpa harus menyentuh musuh itu sendiri. Salah satu dari mereka adalah pahlawan Yunani yang cukup terkenal–anggota keluargaku dan yang lain itu tidak terlalu diketahui kabarnya, latar belakangnya, atau bagian dari keluarga mana. Sedangkan keluarga dari Lucy, yaitu the ‘First’ adalah keluarga pertama yang berhasil menguasai seni sihir netralisir. Bisa dibilang sihir ini mampu untuk menetralisir sihir lain dan kekuatan ilahi lainnya. Keluarga ini lahir di Jepang dan beberapa dari anggota keluarga ini mengenakan cincin bernama “Imagine Breaker Ring” untuk menetralisir kekuatan ilahi itu. Karena tidak semua dari anggota keluarga the ‘First’ mampu menegate (sebutan lain untuk menetralisir) tanpa bantuan dari kekuatan yang kekal, jadi mereka menggunakan cincin itu.
Dan itulah dia akhir dari penjelasanku tentang keluargaku dan wanita norak tadi itu. “Hmm..” Sesekali aku melirik kearah Lucia. “Rasanya enak, seperti biasanya,” ujarku padanya. Lucia sepertinya tidak mendengarku, ah sudahlah biarkan saja. Lalu mungkin kalian bertanya-tanya tentang keseimbangan apa yang kubicarakan itu, ya bisa dibilang beberapa dari kami membasmi kaum Demolish itu. Karena menurut mereka manusia itu lemah, bodoh dan tidak mempunyai kekuatan apa-apa. “Reiner Reiner!” Lucia tiba-tiba memanggilku. Ya aku sedikit terkejut karena saat aku berbicara dengan kalian, pasti aku akan terlihat seperti melamun. “Hmm?” Aku hanya melirik singkat padanya. Ada dua kemungkinan kenapa Lucia memanggilku saat sedang makan. Yang pertama karena dia sedang membingungkan sesuatu dan yang kedua karena dia sedang membahas orang lain–yang artinya bergosip.
“Apa kau tau tentang anak dari kelas sebelah itu?” Lucia tampaknya bahagia sekali membicarakan orang lain, entah apa yang salah dengan kepalanya itu. “Mereka bilang anak itu sangat keren dan berwajah ganteng lho,” lanjutnya lagi. Saat dikelas, aku memang tidak terlalu aktif dalam hal bergaul, ya kalian boleh menyebutku anti-sosial tapi aku bukan salah satu dari mereka yang mengaku-ngaku anti-sosial. “Hmm, begitu ya?” Tentu saja aku hanya menjawab dengan malas. Siapa yang peduli?
Lagi-lagi Lucia menatapku dengan tatapan tidak suka miliknya yang khas. Sebenarnya tidak terlalu khas karena dia menirukan heroine heroine di kartun Jepang itu. “Berhentilah bicara, aku sedang mencoba menikmati makananku,” tuturku. Jujur saja, aku lebih suka makan sambil membaca berita di internet daripada membahas tentang orang lain yang bahkan aku tidak tau siapa namanya. Ya itu tidak penting dan bahkan tidak berhubungan dengan cerita ini.

Jarum jam sudah menunjukkan angka 10 yang artinya sudah malam dan seharusnya aku sudah tidur. Lucia sudah pulang dan yang tersisa hanyalah beres-beres sedikit. “Merepotkan seperti biasanya,” ucapku seraya berjalan ke kamar. “Mereka takkan pulang lagi ya malam ini?” Orang tua ku terbiasa tidak pulang dikarenakan urusan mereka dengan serikat sihir. Ya untunglah sang dewa sudah mengirimiku maid serba guna yang bisa kupakai sepuasnya. Tentu saja bukan untuk hal mesum.
Alasan yang pasti kenapa orang tuaku selalu mendapat urusan dengan serikat sihir adalah karena mereka itu orang penting disana dan mereka sudah mendapat wilayah tersendiri untuk dijaga, yaitu kota ini. Kota dimana aku, Lucia tinggal. Tidak terlalu merepotkan tapi banyak hal yang mudah membuatmu membosankan, jujur saja.


***

Sementara itu di tempat lain, tampak dua orang misterius saling berbicara satu sama lain. Seperti sebuah negoisasi atau pertukaran barang ‘gelap’. “Kau sudah dapat barangnya?” Ujar pria pertama. Anggukkan kecil ditunjukkan oleh lawan bicaranya. “Kudengar mereka sedang tidak ada di kota dan kudengar senjata dewa juga sudah ditemukkan lokasinya,” lanjut pria pertama. Mereka membicarakan hal-hal sakti seperti senjata dewa yang artinya mereka bukanlah manusia biasa. Kaum penghancur yang suka menghancurkan apa saja demi hiburan semata, ya itulah mereka sang Demolish yang suka menjunjung tinggi kaumnya sendiri dan meremehkan kaum lain. Bahkan dewa pun sempat diremehkan oleh mereka.
“Pasupasatra sudah ditemukan dan itu berada di negeri payah bernama Indonesia,” jelas orang itu. Untuk informasi kalian, Indonesia adalah negara yang terkenal karena banyaknya pulau-pulau dan juga budayanya. Yang paling terkenal di sana adalah perwayangannya–setidaknya itulah yang aku sukai. Cerita perwayangan disana diadaptasi dari agama Hindu di India lalu dimodifikasi sendiri, untuk lebih lanjut kalian bisa menontonnya sendiri.
Indonesia ya? Bukannya keturunan dari anak Bima ada disana?” Pria pertama itu menjawab dengan santainya. Anak dari Bima yang dimaksudkan oleh pria besar tadi itu bisa dibilang Gatotkaca beserta kedua saudara laki-lakinya. “Maksudmu orang yang terkenal karena otot kawan dan tulang besi itu disana?” Raut wajah sedikit takutpun  dikeluarkan oleh temannya. “L-lalu bagaimana kita bisa mengambilnya?!” Tentu saja mereka takut. Demolish sudah ada di dunia ini sejak berabad-abad yang lalu, dari jaman awal bumi diciptakan hingga era modern ini. Aku—sang narator—tidak terlalu tau pasti tentang alasan kenapa mereka ada di dunia ini, yang jelas mereka ada dan sudah ada.
“Jangan remehkan kaum Demolish yang sekarang,” seru orang baru yang tampaknya memasuki tempat yang gelap itu. Langkah boot miliknya terdengar saat orang itu berjalan dan menunjukkan wajahnya dari balik kegelapan. “Kita sudah menjadi kuat kan? Aku  yakin anak Bima tidak akan bisa melukai kita,” ujar orang itu dengan sombong. “T-tapi tetap saja kita selalu kalah!” Pria bertubuh besar yang penakut tadi itu pun membalas dengan suara sedikit lantang walaupun ketakutan masih bisa dirasakan disetiap suaranya yang menggema itu.
Seringaian anehpun keluar. “Heh? Kita bisa mencurinya tanpa harus diketahui oleh orang itu,” sejak dulu, putra dari Bima ini sudah bisa merasakan seorang Demolish dari jarak yang tergolong jauh sekali. Mereka tidak bisa merasakannya tapi dia bisa merasakan mereka. Sangat bertolak belakang, karena itu kebanyakan dari kaum Demolish sendiri takut akan dia yang dianggap putra Bima. “Kita tau keturunan orang itu tak mungkin sehebat leluhurnya.”
“Kau benar, mungkin saja dia sudah melemah sekarang, Indonesia sendiri sudah terlalu banyak menceritakan kita,” ujar pria pertama itu, tampak mulai memberanikan dirinya. Seringaian yang menggambarkan akan adanya ide jahat itu pun timbul di wajah mereka bertiga, sepertinya kaum mereka sendiri sudah mempersiapkan banyak hal untuk mencuri panah legendaris itu.
“Kita tinggal menunggu bos memberi perintah regional,” imbuhnya. Demolish itu ada dan sudah ada, artinya jumlah mereka tergolong sangat banyak–meskipun tidak sebanyak manusia. Ada kemungkinan mereka tersebar di berbagai negara layaknya organisasi gelap yang mempunyai daya pengaruh konspirasi besar terhadap dunia. Bedanya disini, mereka tidak berkonspirasi. Mereka hanya suka menguasai dunia dengan membuat manusia dibawah kaki mereka.

***

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for read, i hope you enjoy.
Sebelum komentar, diharapkan untuk berkomentar dengan bahasa yang sopan dan dapat dimengerti. Terima kasih