Part 2
Fiuh akhirnya aku bisa duduk di sofa ku yang empuk ditemani
dengan tv LED. “Lucia, aku ingin coklat dan kangkung untuk hari ini,” pintaku
dengan datar. “Ketidaksopanan hanya berlaku pada sahabat.” Yap ,
itulah mottoku dalam hidup yang sesaat ini. Karena menurut pengalaman, kalau
kau bertingkah tidak sopan terhadap orang yang bukan sahabat, kemungkinan
mereka akan memarahimu dan yang terburuk adalah melemparimu dengan benda yang
ada disamping mereka.
“Kangkung? Memangnya ada?” Lucy membalas pertanyaan dengan pertanyaan.
“Tentu saja ada! Seharusnya cek dulu lemari esnya, baru bicara,” balasku dengan
sarkas. Aku tidak tau gadis itu sedang melakukan apa, biasanya sih setelah aku
mengejeknya, dia pasti mengembungkan pipinya lalu sok marah-marah walau pada
akhirnya dia tetap saja memasakkan permintaanku. Ah beruntungnya aku.
“Kecelakaan terjadi di jalan–“ ah ini dia, berita yang
teraktual. Kebanyakan berita di dunia ini mulai mengesampingkan fakta dan
mencuci otak orang-orang yang menontonnya, tapi beberapa juga lebih memilih
fakta dibandingkan opini. Opini itu membunuh, setidaknya itulah pendapatku
tentang opini. “Woh? Akhir-akhir ini kecelakaan marak terjadi ya?” Gadis itu
sepertinya ikut menonton televisi sambil memasakkan makan malam untukku dan
untuknya.
“Begitulah,” balasku. Sesaat aku bergumam dalam hatiku yang
masih bersih ini, “mungkin mereka beraksi lagi.” Ah aku yakin kalian
bertanya-tanya siapa itu “mereka”. Karena aku tidak ingin kalian kecewa dengan
label genre action dan fantasy yang tertera, aku akan menjelaskannya.
Jadi “mereka” ini adalah orang-orang aneh dari dunia yang berbeda dari kita,
manusia. Kebanyakan dari mereka ini tidak terlihat karena tidak ingin dilihat
dan suka sekali menimbulkan kekacauan demi keuntungan semata.
Tapi mari tidak stereotype, orang tuaku bilang beberapa
dari mereka itu baik dan mengontrol karena tidak ingin ada kehancuran bagi bumi
pertiwi yang kita cintai ini. Tapi, karena aku belum pernah bertemu makhluk
dengan sifat positif ini, aku takkan berpikir demikian. Nama ras dari “mereka”
adalah “Demolish” yang artinya jika diartikan ke bahasa kita adalah
memusnahkan, menghancurkan dan–kalian bisa mencari di giggle kalau kalian mau tau lebih banyak tentang terjemahan dari
kata itu.
“Dan sudah jadi!” Lucia berteriak lagi, tidak terlalu
kencang tapi tetap saja kencang. Saat aku membalikkan badan untuk melihat meja
makan itu, bau dari sayur kangkung favoritku itu sudah tercium. Di meja makan
itu sudah dipenuhi dengan sayuran kangkung, nasi, coklat juga hidangan penutup
seperti buah-buahan. Sudah cantik, pintar dalam hal memasak pula. Benar-benar
istri idaman, sayangnya norak.
“Akhirnya,” sahutku saat berlari kearah meja makan untuk
mencicipi sayuran itu–tentu saja menggunakan tangan. “Hei!” Gadis itu berteriak
sambil memukul tanganku. “Jangan asal ambil!” Katanya. “Kalau kau mengambil,
berarti kau yang memimpin doa!” Ah ya, itu sudah tradisi antar keluarga kami,
yang mengambil makanan terlebih dahulu, dialah yang harus memimpin doa.
“Bukannya hampir setiap kau memasak, aku yang memimpin?” Aku membalas argumen
milik Lucy guna mempertahankan diri. Oh ayolah, hampir setiap saat aku yang
memimpin doa.
“Itu karena kau ini laki-laki,” tuturnya sambil menjulurkan
lidahnya yang mungil. Ugh.. lagi-lagi sensasi moe. Baiklah cukup, sambil aku akan memimpin doa, aku—sebagai sang
narator dan tokoh utama—akan menjelaskan beberapa hal tentang keluargaku dan
keluarga Lucia.
Reiner, ya itulah keluarga dengan kekuatan sihir terbesar
yang pernah ada di kota ini, bersama the ‘First’
sebagai partner dan penyeimbang, keluarga kami menjaga keseimbangan kota ini. Keluargaku–yaitu
Reiner (dan itu adalah nama depanku) adalah keluarga dengan generasi turun
temurun dimulai dari Yunani. Entah kapan permulaannya tapi yang jelas semuanya
dimulai dari kota
pemuja dewa Zeus, Poseidon dan Hades itu. Ayahku adalah seorang magus yang
luarbiasa jenius, ibuku tidak terlalu jenius tapi instingnya luar biasa. Dan
menurut kalian apa yang terjadi saat dua orang itu bertemu lalu mempunyai
keturunan? Yang dihasilkan hanyalah bocah yang mudah bosan dan tidak terlalu
tertarik dengan apa yang dunia ini lakukan–yaitu aku. Diantara semua generasi
keluargaku, ada satu orang yang tidak mempunyai kekuatan sihir yang bagus. Yang
aku tahu–berdasarkan buku di perpustakaan pribadi milik keluargaku–orang itu
adalah satu-satunya orang yang bisanya menghisap sampel dari sihir orang lain
lalu menyalinnya dan menjadikannya sebagai kekuatan utama. Orang-orang dari
perserikatan sihir lebih suka menyebutnya sebagai “absorption”.
Kabarnya ada dua orang di dunia ini yang dipilih dan
sanggup untuk menguasai dan menggunakan kekuatan itu hingga tahap akhirnya.
Konon katanya orang-orang ini mampu menyerap nyawa, manna (nama tenaga dalam
milik seorang magus) juga menyalin serangan musuh tanpa harus menyentuh musuh
itu sendiri. Salah satu dari mereka adalah pahlawan Yunani yang cukup terkenal–anggota
keluargaku dan yang lain itu tidak terlalu diketahui kabarnya, latar
belakangnya, atau bagian dari keluarga mana. Sedangkan keluarga dari Lucy,
yaitu the ‘First’ adalah keluarga pertama yang berhasil menguasai seni sihir
netralisir. Bisa dibilang sihir ini mampu untuk menetralisir sihir lain dan
kekuatan ilahi lainnya. Keluarga ini lahir di Jepang dan beberapa dari anggota
keluarga ini mengenakan cincin bernama “Imagine Breaker Ring” untuk
menetralisir kekuatan ilahi itu. Karena tidak semua dari anggota keluarga the
‘First’ mampu menegate (sebutan lain untuk menetralisir) tanpa bantuan dari
kekuatan yang kekal, jadi mereka menggunakan cincin itu.
Dan itulah dia akhir dari penjelasanku tentang keluargaku
dan wanita norak tadi itu. “Hmm..” Sesekali aku melirik kearah Lucia. “Rasanya
enak, seperti biasanya,” ujarku padanya. Lucia sepertinya tidak mendengarku, ah
sudahlah biarkan saja. Lalu mungkin kalian bertanya-tanya tentang keseimbangan
apa yang kubicarakan itu, ya bisa dibilang beberapa dari kami membasmi kaum
Demolish itu. Karena menurut mereka manusia itu lemah, bodoh dan tidak
mempunyai kekuatan apa-apa. “Reiner Reiner!” Lucia tiba-tiba memanggilku. Ya
aku sedikit terkejut karena saat aku berbicara dengan kalian, pasti aku akan
terlihat seperti melamun. “Hmm?” Aku hanya melirik singkat padanya. Ada dua kemungkinan kenapa
Lucia memanggilku saat sedang makan. Yang pertama karena dia sedang
membingungkan sesuatu dan yang kedua karena dia sedang membahas orang lain–yang
artinya bergosip.
“Apa kau tau tentang anak dari kelas sebelah itu?” Lucia
tampaknya bahagia sekali membicarakan orang lain, entah apa yang salah dengan
kepalanya itu. “Mereka bilang anak itu sangat keren dan berwajah ganteng lho,”
lanjutnya lagi. Saat dikelas, aku memang tidak terlalu aktif dalam hal bergaul,
ya kalian boleh menyebutku anti-sosial tapi aku bukan salah satu dari mereka
yang mengaku-ngaku anti-sosial. “Hmm, begitu ya?” Tentu saja aku hanya menjawab
dengan malas. Siapa yang peduli?
Lagi-lagi Lucia menatapku dengan tatapan tidak suka
miliknya yang khas. Sebenarnya tidak terlalu khas karena dia menirukan heroine
heroine di kartun Jepang itu. “Berhentilah bicara, aku sedang mencoba menikmati
makananku,” tuturku. Jujur saja, aku lebih suka makan sambil membaca berita di
internet daripada membahas tentang orang lain yang bahkan aku tidak tau siapa
namanya. Ya itu tidak penting dan bahkan tidak berhubungan dengan cerita ini.
Jarum jam sudah menunjukkan angka 10 yang artinya sudah
malam dan seharusnya aku sudah tidur. Lucia sudah pulang dan yang tersisa
hanyalah beres-beres sedikit. “Merepotkan seperti biasanya,” ucapku seraya
berjalan ke kamar. “Mereka takkan pulang lagi ya malam ini?” Orang tua ku terbiasa
tidak pulang dikarenakan urusan mereka dengan serikat sihir. Ya untunglah sang
dewa sudah mengirimiku maid serba
guna yang bisa kupakai sepuasnya. Tentu saja bukan untuk hal mesum.
Alasan yang pasti kenapa orang tuaku selalu mendapat urusan
dengan serikat sihir adalah karena mereka itu orang penting disana dan mereka
sudah mendapat wilayah tersendiri untuk dijaga, yaitu kota ini. Kota dimana aku, Lucia tinggal. Tidak terlalu
merepotkan tapi banyak hal yang mudah membuatmu membosankan, jujur saja.
***
Sementara itu di tempat lain, tampak dua orang misterius
saling berbicara satu sama lain. Seperti sebuah negoisasi atau pertukaran
barang ‘gelap’. “Kau sudah dapat barangnya?” Ujar pria pertama. Anggukkan kecil
ditunjukkan oleh lawan bicaranya. “Kudengar mereka sedang tidak ada di kota dan kudengar senjata
dewa juga sudah ditemukkan lokasinya,” lanjut pria pertama. Mereka membicarakan
hal-hal sakti seperti senjata dewa yang artinya mereka bukanlah manusia biasa.
Kaum penghancur yang suka menghancurkan apa saja demi hiburan semata, ya itulah
mereka sang Demolish yang suka menjunjung tinggi kaumnya sendiri dan meremehkan
kaum lain. Bahkan dewa pun sempat diremehkan oleh mereka.
“Pasupasatra sudah ditemukan dan itu berada di negeri payah
bernama Indonesia ,”
jelas orang itu. Untuk informasi kalian, Indonesia adalah negara yang
terkenal karena banyaknya pulau-pulau dan juga budayanya. Yang paling terkenal
di sana adalah
perwayangannya–setidaknya itulah yang aku sukai. Cerita perwayangan disana
diadaptasi dari agama Hindu di India lalu dimodifikasi sendiri, untuk lebih
lanjut kalian bisa menontonnya sendiri.
“Indonesia
ya? Bukannya keturunan dari anak Bima ada disana?” Pria pertama itu menjawab
dengan santainya. Anak dari Bima yang dimaksudkan oleh pria besar tadi itu bisa
dibilang Gatotkaca beserta kedua saudara laki-lakinya. “Maksudmu orang yang
terkenal karena otot kawan dan tulang besi itu disana?” Raut wajah sedikit
takutpun dikeluarkan oleh temannya.
“L-lalu bagaimana kita bisa mengambilnya?!” Tentu saja mereka takut. Demolish
sudah ada di dunia ini sejak berabad-abad yang lalu, dari jaman awal bumi
diciptakan hingga era modern ini. Aku—sang narator—tidak terlalu tau pasti
tentang alasan kenapa mereka ada di dunia ini, yang jelas mereka ada dan sudah
ada.
“Jangan remehkan kaum Demolish yang sekarang,” seru orang
baru yang tampaknya memasuki tempat yang gelap itu. Langkah boot miliknya
terdengar saat orang itu berjalan dan menunjukkan wajahnya dari balik
kegelapan. “Kita sudah menjadi kuat kan ?
Aku yakin anak Bima tidak akan bisa
melukai kita,” ujar orang itu dengan sombong. “T-tapi tetap saja kita selalu
kalah!” Pria bertubuh besar yang penakut tadi itu pun membalas dengan suara
sedikit lantang walaupun ketakutan masih bisa dirasakan disetiap suaranya yang menggema
itu.
Seringaian anehpun keluar. “Heh? Kita bisa mencurinya tanpa
harus diketahui oleh orang itu,” sejak dulu, putra dari Bima ini sudah bisa
merasakan seorang Demolish dari jarak yang tergolong jauh sekali. Mereka tidak
bisa merasakannya tapi dia bisa merasakan mereka. Sangat bertolak belakang,
karena itu kebanyakan dari kaum Demolish sendiri takut akan dia yang dianggap
putra Bima. “Kita tau keturunan
orang itu tak mungkin sehebat leluhurnya.”
“Kau benar,
mungkin saja dia sudah melemah sekarang, Indonesia sendiri sudah terlalu banyak
menceritakan kita,” ujar pria pertama itu, tampak mulai memberanikan dirinya.
Seringaian yang menggambarkan akan adanya ide jahat itu pun timbul di wajah
mereka bertiga, sepertinya kaum mereka sendiri sudah mempersiapkan banyak hal
untuk mencuri panah legendaris itu.
“Kita tinggal
menunggu bos memberi perintah regional,” imbuhnya. Demolish itu ada dan sudah
ada, artinya jumlah mereka tergolong sangat banyak–meskipun tidak sebanyak
manusia. Ada kemungkinan mereka tersebar di berbagai negara layaknya organisasi
gelap yang mempunyai daya pengaruh konspirasi besar terhadap dunia. Bedanya
disini, mereka tidak berkonspirasi. Mereka hanya suka menguasai dunia dengan
membuat manusia dibawah kaki mereka.
***
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for read, i hope you enjoy.
Sebelum komentar, diharapkan untuk berkomentar dengan bahasa yang sopan dan dapat dimengerti. Terima kasih