Minggu, 25 Januari 2015

[Light Nove] Hunting!: Pasopati Arc (Chapter 1)

Part 1
“Hei!” Malam itu, seseorang menyerukan sesuatu padaku yang tengah tertidur. “Bangunlah! Kau tidak ingin ada nyamuk yang menggigitmu kan?” Ugh, suaranya terlalu lantang bahkan bisa mengganggu tidurku yang nyenyak ini. Dengan perlahan, aku membuka mataku dan aku menemukan gadis itu tepat diatas kepalaku–tentu saja jaraknya tidak terlalu dekat, hati-hati dengan pikiran kalian!

“Nah bagus seperti itu,” ucap perempuan itu. Tch, siapa sih orang ini? Eh tunggu.. “Reiner!” Teriakan yang cukup memekakan­­­­­­. Mataku langsung terbelalak saja menatap gadis itu. Gadis yang sedikit norak, ceroboh juga bodoh—ya tapi tetap saja dia itu teman masa kecilku. “Berhentilah berteriak!” Seru ku, dengan cepatnya aku bangun dan menemukan sudah tertidur di rerumputan dekat sungai—tempat favoritku. “A-ah.. Sudah berapa lama aku tertidur?” Tanyaku padanya. Ah tentu aku lupa memperkenalkan diriku.
Namaku Reiner, ya tapi teman-teman sekelasku lebih suka memanggilku dengan sebutan “Rainy”. Mungkin mereka menyamakanku dengan hujan dalam bahasa inggris.
“Sudah puas melamunnya?” Dengan pupil mata berwarna biru langit itu dia menatapku. “Re-i-ner,” gah, baiklah dia mengeja seakan aku ini pasangan hidupnya. Ngomong-ngomong, gadis itu bernama Lucia First. Kenapa namanya Lucia ‘Pertama’? Jangan tanyakan padaku, lebih baik kau menanyakan langsung kepada dua orang yang “membuat” wanita berisik ini.

“Ingatlah kita ini bukan sepasang kekasih dan ya, aku sudah puas melamun,” jawabku langsung. Kenapa sebelumnya aku berada disini? Semua berawal dari pulang sekolah tadi—kita akan memundurkan waktu. Sekitar pukul 3 sore setelah semua pelajaran selesai dan ya, murid-murid gembira karena bisa pulang (itu kebiasaan). Hari itu adalah hari senin­­­, hari yang cukup menakutkan bagi kami—kaum pelajar. Disaat pulang sekolah biasanya aku selalu pulang bersama wanita yang tadi berisik sampai membuat telingaku hampir pecah itu. Aku berjalan menuruni tangga ke lantai pertama bersama gadis itu, karena ya kelasku berada di lantai dua dan itu melelahkan.
“Rainy!” Seseorang memanggilku saat aku hendak keluar dari gedung yang cukup megah itu. “Ha?” Dipanggil Rainy setiap hari itu sedikit merepotkan, terutama saat musim hujan. Mengerti? Musim hujan? Baiklah ayo lanjut saja.
“Besok itu kan pelajaran guru killer..,” dengan sedikit malu-malu—wait what!? Y-ya dia memang tidak terlihat seperti malu karena suka atau lainnya, lebih tepatnya dia seperti hendak meminta bantuan–ya semacam itu. “Dan Pr ku belum selesai, jadi besok bisa kupinjam catatanmu?” Pinta pria itu. Ya inilah dia orang-orang di kelasku, selalu ada saat membutuhkan saja.

Aku hanya memberikan anggukkan malas saja lalu berjalan pulang tanpa menghiraukan reaksi atau jawabannya. Pfft, persetan. Sedangkan Lucia–biasa dipanggil Lucy atau ‘Pertama(x)’ sebagai ejekkan–tampak tersenyum kecil dengan pria itu lalu mengejarku. Ya mungkin dia suka dengan orang itu, ma bodo amat.
“Hei Reiner, bukannya kau seharusnya sedikit lebih ramah?” Lucy berkata seperti itu padaku, dia menekankan kata “ramah” dan “sedikit”, ngah aku yakin ini sebuah ejekkan.
“Apa ini? Aku tak percaya gadis norak sepertimu menghinaku yang tampan ini,” helaan nafas dan ucapan sarkastikku saling beriringan. Mungkin kalian takkan percaya tapi aku ini selalu bisa mendapatkan pacar hanya dengan sekali tembak. Mereka bilang aku ini pro, ya baiklah itu bukanlah masalah.

Akhirnya sampai, pemandangan yang indah ditambah pantulan cahaya matahari yang hendak tenggelam itu mewarnai beningnya sungai di bawah jembatan itu. “Nikmatnya hidup,” gumamku saat menikmati hembusan-hembusan angin. Disinilah aku merasa bisa rileks dari segala beban hidupku yang menyusahkan–termasuk gadis tadi. Lucia tampak menatapku dan tersenyum disaat bersamaan. ‘Ha? Berhentilah tersenyum seakan kau menyukaiku,” ledekku langsung dan ya.., senyuman tadi itu berubah menjadi hawa yang sedikit ‘menyeramkan’/ “H-ha?!” Balasnya dengan teriak.
“Jangan seenaknya berkata begitu hanya karena kita teman kecil!” Yap, wanita itu memang marah.
Setelah sedikit beradu mulut tadi, aku dan gadis itu duduk di tepi sungai. Dia memandangi sungai sedangkan aku bermain dengan ponsel pintarku itu. Haha, tak ada di dunia ini yang mampu memodifikasinya seperti aku. Ya bukannya aku sombong tapi–“Reiner?” Gadis itu memanggilku sebelum aku menyelesaikan kalimatku tadi, tch. “Kenapa tiba-tiba kau tersenyum sendiri?” Lanjutnya lagi. Aku membuang muka lalu berkata, “bukan urusanmu,” acuh tak acuh aku berkata seperti itu. Dia hanya memasang tampang bingung—atau biasa disebut tampang bego oleh orang-orang.
Beberapa menit setelah itu, gadis itu membuka mulutnya. “Reiner, pak Randy kemarin memberikan tugas kan?” Ujarnya. Dengan sikap sok sibukku, aku mengangguk dan berkata iya kepadanya. “Memangnya kenapa?” Lanjutku, masih sok sibuk dengan ponsel touch screen milikku.
“Tugas itu tentang panah terkuat di dunia kan?” Eh tunggu, benarkah? “Hmm?” Manik berwarna coklat milikku itu hanya menatap Lucia sesaat. Tatapan bingung pun terpancarkan dari wajahku. “Benarhkah?” Kataku.
“Eh? R-reiner tidak ingat!?” Ekspresi terkejut yang-sedikit-atau-bisa-disebut-berlebihan itu keluar. Hal kedua yang harus kalian ketahui tentang Lucia, dia terlalu banyak menonton kartun Jepang.
“Kalau tidak salah namanya Pasu..uh..,” dia bahkan tidak ingat, memalukkan. “Yang jelas itu panah Arjuna kan?” Sahutku langsung tanpa peduli dia mau menyelesaikan kalimatnya atau tidak. “Orang-orang memang berkata itu adalah panah terkuat di dunia,” tuturku saat selesai bermain dengan gadget.

“Yang jelas, namanya adalah pasupasatra atau pasopati untuk singkatnya,” aku menjelaskan kepada gadis itu dengan nada santai. Hahaha, senjata-senjata mitos seperti itu ya tentu saja aku mempunyai pengetahuan yang cukup. Menurut agama Hindu, panah itu adalah pemberian dari sang Mahadewa yaitu dewa Syiwa sang penghancur. Pemiliknya tidak lain adalah Arjuna. Menjelaskan hal seperti ini kepada Lucia adalah tugasku dari kecil hingga sekarang. “….Arjuna memiliki panah ini karena meditasinya,” itulah akhir dari penjelasanku kepada sang gadis. Dia hanya mengangguk-angguk seakan mengerti apa yang aku katakan–walaupun aku tidak yakin dia mengerti.
Setelah semuanya selesai, aku membaringkan tubuhku yang ramping ini ke tanah yang berumput. Ah lagi-lagi hembusan angina menyerangku dan tempat itu dengan lembut, benar-benar menyenangkan. Membuatku merasa mengantuk. Aku tak tau dengan Lucia, yang jelas mataku menutup dengan sendirinya.
Dan setelah itu, disinilah kita sekarang, dimana matahari sudah tenggelam dan aku dibangunkan oleh gadis norak tadi dan ya masih berada di tepi sungai itu.
“Reiner!!” Lucia lagi-lagi berteriak tepat di dekat telingaku. “Lagi-lagi! Kau tersenyum sendiri dan melamun!” Serunya lagi, belum puas untuk menghancurkan telingaku. “Maaf-maaf!” Balasku langsung. Sudah dua kali telingaku dibuat sakit untuk hari ini, aku tidak ingin merasakan yang ketiga kali. Tentu saja tidak mau! Siapa yang mau merasakan hal seperti itu?!
“Dan berhentilah berteriak!” Teriakku lagi. Gadis yang menyusahkan, pikirku. Helaan nafas karena lelahpun aku keluarkan, kalau saja dia tidak cantik pasti sudah aku jauhi. “Reiner, ini sudah larut, bagaimana kalau pulang?” Apa ini? Sesaat ekspresinya mengeluarkan semacam aura manis dan cantik yang bercampur-aduk menjadi satu. Inikah yang dinamakan moe dari negeri sakura itu? Eh tunggu, apa yang kubicarakan?
Dengan senyuman santai, aku mengangguk dan berdiri. “Baiklah baiklah, ayo pulang,” ucapku menuruti keinginannya. Lucia tampak senang karena aku menyetujui permintaannya lalu dia berdiri menyusulku. “Ya walaupun orang tuaku belum pulang, bagaimana kalau membantuku memasak?” Kataku, melanjutkan. Karena kami adalah teman dari kecil yang artinya kami selalu bersama dan bisa dibilang rumah kami bersebelahan, jadi Lucia–atau Lucy untuk singkatnya–sering membantuku membuatkan makanan saat orang tua kami tidak ada. Ya walaupun aku terlihat lebih sering duduk di sofa dan menonton tv sedangkan dia memasak layaknya seorang maid dan master. Eh tunggu, ini tidak ambigu kan? Menurutku sih normal kecuali pikiranmu buruk dan mesum.

***

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for read, i hope you enjoy.
Sebelum komentar, diharapkan untuk berkomentar dengan bahasa yang sopan dan dapat dimengerti. Terima kasih